Foto: Dokumen Pribadi. |
Saat itu aku sedang fokus menonton tivi. Dan aku sudah bisa membaca maksudnya. Dia mau meletakkan mobil remot kakaknya di atas kepala berambutku (hallah), lalu dia akan menjalankan remotnya.
"I see that, Mbak," yakinku dalam hati.
Sayangnya, aku tidak kepikiran untuk memprediksi kelanjutannya, dan justru itu kesalahannya.
"Bu, pura-puranya ibu habis keramas ya, ibu diem aja!" kata si Kedua betul meletakkan mobilnya tepat di atas kepalaku.
Dia pasti mau berpura-pura menjadikan mobil itu sebagai pengering rambut seperti di salon tempo hari.
Ku ehemin saja.
Beberapa detik kemudian, werrrrrr... mobil remote mulai dijalankan. Satu dua detik perasaanku masih santai. Tetapi, detik berikutnya, hatiku tersentak seiring dengan sakit di kepalaku. Ya, rambutku mulai melilit kuat memutari roda mobil remot itu.
Sejurus teriakanku mengaduh menguasai pikiranku, aku masih sadar jika mobil remot masih dijalankan si Kedua.
"Aduh, sakit! Stop! Stop, Mbak!" kataku meninggi pada si Kedua.
Akhirnya si Kedua ngeh, mobil remot mulai senyap, seiring stabilnya rasa di kepalaku. Tinggal berpikir bagaimana caranya melepaskan lilitan itu. Dan, akhirnya giliran si Sulung berperan. Si Sulung yang sejak tadi cuma menonton dan berkali-kali kudengar bertanya "ada apa - ada apa".
" Mas, tolong ambilkan gunting di belakang tempat sampah bufet tuh, cepat!"
"O ya, Bu."
"Ayo cepat gunting nih rambut Ibu, (sambil menunjukkan posisi) ya sini... Sama sini. Udah gunting aja. Semua!"
Krezzz... Selesai. Alhamdulillah. Mobil remot bebas, hanya kali ini di rodanya tampak sebonggol rambut melilit. Cara efektif dan efisien, meskipun efeknya merusak tatanan rambut. Baiklah, pasti nanti tumbuh lagi ya kan?!
"Makasih, Mas, udah membantu Ibu, Mas ternyata sudah hebat ya, bagus!" pujiku pada si Sulung yang merespon cepat dan bekerja sesuai aturan.
Selanjutnya, aku melirik pada adiknya yang sejak mobil remote senyap seakan terlupakan. Dia nampak lesu dan terdiam.
"Mbak, lain kali gak boleh lagi ya naruh mobilnya ke kepala, sakit tau. Sudah, Ibu gak marah. Dan makasih ya, tadi sudah minta maaf, sudah Ibu maafkan, sini peluk!" seketika wajah si Empat Tahun itu ceria, seperti biasa, mood mudah berubah cepat. Lalu dia senyum dan berlari memelukku.
Ya, sebetulnya ada satu momen manis yang sempat "kusingkirkan" dulu. Yaitu, sewaktu si Kedua mengucapkan maaf. Seketika, sesaat setelah pertama kalinya aku mengaduh kesakitan.
"Maaf, bu..." katanya lirih.
Alhamdulillah, si Kedua mulai bisa menempatkan rasa dengan baik.
Dan selanjutnya, aku teringat kalau gunting yang dipakai tadi bernoda saus. Memang selalu ada saatnya ketika hal lain tidak penting, kecuali sebuah respon cepat.
Beruntung sausnya tidak menempel di rambutku!
(Berdasarkan kisah nyata antara ibu, si Kedua 4y2m, dan si Sulung 6y11m)
Foto: Dokumen Pribadi. |