"Mbak, kamu kok beda ya..." (sambil lihat ujung kepala sampai kaki)
"Mbak, 'segeran' ya kamu..."
"Mbak, kayake tambah melebar apa ya..."
"Mbak, pipinya loh...efek pulang kampung ta..."
Dll (versi kalimatnya berbeda, tapi intinya sama, ingin mengatakan saya: Gendut)
Itu komen para khalayak
>Baper? Marah? Kesal?
Alhamdulillah enggak
>Harusnya marah loh!
Enggak juga enggak apa-apa, ya...mungkin dulu, sekarang enggak
>Kok bisa? Gimana cara?
Ini dia:
1. Lihat kenyataan diri. Emang komennya enggak salah. Asline ya emang lagi 'seger', lemu dan suka makan.
Konon teori abal-abal sy, ini kayak sign menuju 40s. Beberapa orang disekitar yang saya kenal dan tahu usianya, pernah saya amati ada di masa ini. Soalnya setelah melebar, ketemu lagi, eh sudah kurusan. Wallahua'lam ya...
2. Lihat siapa yang berkomentar. Karena emang ketemunya sesekali, itu pun setelah sekian bulan atau tahun. Maka wajar jika menjadi 'b' aja jika dikomentari perihal fisik atau kabar diri (plus keluarga atau pasangan).
3. Sebaik-baik prasangka adalah prasangka yang baik. Ini mungkin bisa jadi Reminder, bahwa apapun yang dikeluarkan (statement) orang lain bisa jadi salah, bisa juga sebaliknya. Jika alasan nomer 1 dan 2 sudah tidak relevan. Karakter orang macam-macam. Bahkan diri ini juga mungkin tidak selamanya bijak berkomentar kepada orang lain, barangkali asal ceplos di waktu yang tidak tepat.
Maka, berbaik sangka adalah kuncinya.
Yang dikeluarkan (omongan) orang lain tidak bisa kontrol. Yang bisa dikendalikan hanya diri kita sendiri. Simpulan dari cara saya adalah semakin kenalilah diri secara sadar, sehingga apapun komentar orang lain terhadap diri arahkan kepada kesadaran logika. Perasaan harus diimbangi dengan kesadaran logika.
Tabik.
Salam Bintu Tsaniyah.
0 Comments:
Post a Comment