Ibu dan Perpustakaan Az-Ziyadah. |
Saya pernah mendapat pertanyaan seputar aktivitas membaca,
yaitu (1) bagaimana caranya agar bisa suka membaca? Pertanyaan berikutnya, (2)
bagaimana mengajarkan agar anak-anak suka membaca?
Jawaban Pertama,
Di usia saya yang sudah kepala tiga (ketahuan angkatan
berapa ya?π
) membaca sudah merupakan bagian dari keseharian. Meski sudah mulai
berbagi dengan membaca lewat gadget. Namun, membaca tulisan di kertas atau
buku, setiap hari selalu dilakukan, meski hanya satu atau dua kalimat.
Jadi, darimana kebiasaan membaca itu bermula? Tentunya dari
kecil ya. Diawali dari komitmen ibu saya untuk membuat anak-anaknya bisa
menulis dan membaca. Beliau rajin membuat kami berkutat dengan pensil dan
kertas. Tapi, waktu itu tidak ada hasil lain selain bisa membaca dan menulis
ya. Lain sekarang, jika dibimbing kreativitasnya mungkin bisa menjadi suatu karya
yang lebih bernilai.
Back to my story, apakah lantas jadi suka membaca dari
pensil dan kertas saja? Jawabnya, tidak. Seperti anak-anak pada umumnya, yang
suka dengan hal-hal baru. Atau anak laki-laki yang suka mobil-mobilan, dan
anak-anak perempuan yang suka boneka. Maka, untuk suka membaca, bapak dan ibu
saya sering mendatangkan majalah atau buku baru untuk anak-anaknya. Biaya hidup
keluarga yang terbatas tentu membuat mereka membuat trik-trik. Kami (saya dan
saudari-saudari), saat itu tentu tidak berpikir sedalam itu. Hanya tahu bahwa
kadang ada bacaan baru, kadang tidak.
Kini, membayangkan bapak dan ibu menyanggupi permintaan kami
membeli majalah Bobo setiap kamis rasanya menyesakkan dada. Berapa rupiah
anggaran belanja yang harus dialokasikan untuk membelinya, sedih...π
Nah, jadi dalam keterbatasan, bapak dan ibu tetap memenuhi
kebutuhan kami akan kebutuhan membaca. Bahkan ketika kami belum tahu apa
pentingnya suka membaca buku.
Kembali kepada trik dan strategi, apa yang bapak dan ibu
saya lakukan? Selain sesekali membeli sendiri, bapak sering membawa pulang buku
bacaan dari perpustakaan sekolah. Memang maksudnya pinjam, tapi pinjamnya
kadang sudah melebihi batas. Apakah tidak ada yang mencari? Sayangnya tidak,
sepengetahuan saya seperti itu. Apakah tidak takut dosa, kan seperti mencuri?
Tentu saja ada. Sering kami bertanya paa bapak, "bukunya tidak
dikembalikan?". Kata bapak, kapan-kapan saja toh disana pun tidak ada yang
membaca. Jadi, apakah kami jadi bagian dari penyelamat buku? Yang pasti pada
suatu waktu, semua buku itu dikumpulkan dan tidak ada di rumah lagi
(diloakkan?).
Cara yang lain dilakukan oleh ibu saya. Tidak, beliau tidak
mengambil buku di perpustakaan sekolah. Beliau mendekatkan kami dengan adiknya,
alias paman saya alias pak lik. Entah awal mulanya bagaimana, suatu hari pak
lik datang lalu menaruh beberapa buku bacaan di hadapan saya dan saudari saya.
Langsung tertarik? Saya, tidakπ. Kakak saya adalah pemicunya. Buat anak kedua,
kakak adalah panutan. Setelah kakak saya membaca, dia akan berkomentar. Dan
komentarnya selalu membuat saya ingin ikut membacanya.
Jika dari bapak, buku yang didapat adalah buku karangan
penulis dalam negeri. Dari pak lik, untuk pertama kalinya kami mendapat buku
karangan luar negeri. Dan pilihan pak lik selalu cocok untuk kami. Buku
petualangan dan keseharian karya Enid Blyton adalah buku-buku pertama yang
dihadirkan. Buku favorit selanjutnya adalah karya S. Mara Gd. yang bercerita
tentang misteri.
Darimana kah pak lik mendapatkan buku-buku itu? Kalian harus
tahu, karena ini sangat epik. Jadi, pak lik mendapatkan buku itu dari sebuah
perpustakaan. Perpustakaan itu katanya sepi dan dijaga oleh seorang perempuan
yang menggunakan kaca mata tebal. Bagaimana cara pak lik? Biar jadi rahasia
saja ya. Yang pasti beberapa dari buku tersebut hingga sekarang masih disimpan.
Kembali, apakah tidak takut dosa? Saking tidak nyamannya,
sampai ketika pak lik datang dengan buku-buku yang bener-bener baru kami harus
bertanya berkali-kali "ini beli atau bukan, Lik". Terakhir dengan meyakinkan katanya beli,
Alhamdulillah.
Jadi pada suatu tahun lupa tepatnya, pak lik
memberi saya dan dua saudari saya kado saat kami masing-masing ulang tahun.
Kado tersebut berupa buku, dan berjumlah lebih dari satu. Di bulan Mei, kakak
saya yang sudah beranjak remaja mendapatkan 10 atau lebih buku karya RL. Stine.
Waktu itu sedang hits ya. Di bulan Juli, giliran saya, dengan jumlah yang
hampir sama, pak lik datang membawa komik Jepang bertajuk Serial Cantik dan
Serial Misteri. Di bulan Sepetember, giliran adik saya mendapatkan serial
dongeng karya Enid Blyton, jumlahnya di atas 5. Tahun itu sepertinya menjadi
tahun yang membahagiakan sekali, Alhamdulillah. Entah kapan akhir masa pak lik
menyuplai kami buku-buku, mungkin saat kami sudah mulai sibuk dengan sekolah.
(Terima kasih banyak, Lik ππ).
Salah satu kado untuk adik saya. |
Mungkin buku-buku dari pak lik lah yang akhirnya memberi
pengetahuan kepada kami bahwa ada jenis buku selain majalah Bobo dan buku
perpustakaan yang bisa kami cari di toko buku. Selain dari tayangan televisi
yang ada saat itu. Mulailah saya dan kakak suka membeli komik Doraemon atau
Conan dengan uang tabungan sendiri. Sesekali saja, namun bisa menjadi lebih
dari dua puluh buku, dimulai dari harga komik 4 ribuan rupiah (kalau tidak
salah).
Banyaknya buku dan banyaknya anak-anak seumuran di sekitar
kami, mendatangkan sebuah ide dari bapak (atau ibu juga) untuk mendirikan
perpustakaan kecil dan sederhana. Sebab raknya pun dibuat hanya dengan kayu
reng dan kawat (ide bapak). Perpustakaan itu diberi nama 'Az-Ziyadah' oleh
bapak. Maknanya mendalam, kurang lebih adalah 'menambah'. Maksudnya adalah
menambah pengetahuan bagi yang meminjam atau membaca buku-buku yang ada di
perpustakaan. sekaligus menambah pendapatan, karena ada biaya untuk meminjamnya
(sekitar 50 atau 100 rupiah). Meski pada kenyataannya lebih sering kami
gratiskan, dengan alasan teman dekat. Semua yang pinjam adalah teman dekat
akhirnya tidak ada pendapatan sama sekali ya π
.
Jejak masa lalu, Perpustakaan Az-Ziyadah |
Saya lupa berapa lama perpustakaan itu bertahan, pun semakin
bertambah usia dan sibuk sekolah. Dengan sendirinya buku-buku yang berjajar di
rak dimasukkan dalam kotak-kotak kardus. Hingga suatu ketika diloakkan. Yang
pasti mudah-mudahan dengan perpustakaan tersebut, bisa menebus kesalahan yang
dilakukan sebelumnya, ketika meminjam permanen dan semi permanen buku orang
lain ya.
Sampai di kesimpulan ya. Jadi, tidaklah instan untuk bisa
suka membaca. Butuh usaha yang keras, konsisten, dan niat yang positif. Agar langkah kita untuk diri sendiri atau apapun yang menjadi tujuan bisa terwujud dengan baik. Ada kendala tidak menjadi halangan untuk berhenti. Ciptakan trik dan strategi karena Sang Maha Baik juga tidak akan berhenti memberikan jalan selama kita mau berusaha.
Oya, proses membaca ada yang disebut pemahaman ya. Entah apa istilahnya. Untuk bisa membaca hingga memahami bacaan juga butuh waktu yang tidak singkat. Maksudnya begini, ada saatnya kita hanya membaca tulisan, tetapi tidak sampai ke pikiran dan hati pun tidak bisa merasakan energinya. Jika demikian, maka yang dilakukan hanya membaca tulisan saja tanpa memahami. Dan pengalaman saya, saya baru bisa men-sinkronkan semuanya saat usia 12 tahun. Jadi, sebelum usia itu, membaca hanya membaca, namun tidak sampai di hati.
Oya, proses membaca ada yang disebut pemahaman ya. Entah apa istilahnya. Untuk bisa membaca hingga memahami bacaan juga butuh waktu yang tidak singkat. Maksudnya begini, ada saatnya kita hanya membaca tulisan, tetapi tidak sampai ke pikiran dan hati pun tidak bisa merasakan energinya. Jika demikian, maka yang dilakukan hanya membaca tulisan saja tanpa memahami. Dan pengalaman saya, saya baru bisa men-sinkronkan semuanya saat usia 12 tahun. Jadi, sebelum usia itu, membaca hanya membaca, namun tidak sampai di hati.
Demikian jawaban saya untuk pertanyaan pertama. Semoga yang
baiknya bisa menjadi manfaatnya, yang jeleknya mohon dimaafkan ya.
Wallahu a'lam bishawab, dan hanya Allah swt yang Maha Mengetahui.
Wallahu a'lam bishawab, dan hanya Allah swt yang Maha Mengetahui.
Untuk
jawaban pertanyaan kedua, lanjut di lain waktu ya.
Tabik,
Bintu Tsaniyah